Selasa, 26 Oktober 2010

PUNYA TORANG


Sebelum kita masuk kedalam pembahasan tentang bercerai kemudian menikah kembali,ada baiknya kita mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan perkawinan dan apa yang dimaksud dengan perceraian beserta dampak dan juga alasannya
A.PERKAWINAN
DEFINISI PERKAWINAN Perkawinan mungkin salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Kegiatan yang dibayangkan, bahkan dipercayai, sebagai perwujudan ideal hubungan cinta antara dua individu belaka telah menjadi urusan banyak orang atau institusi, mulai dari orang tua, keluarga besar, institusi agama sampai negara. Namun, pandangan pribadi ini pada saatnya akan terpangkas oleh batas-batas yang ditetapkan keluarga, masyarakat, maupun ajaran agama dan hukum negara sehingga niat tulus menjalin ikatan hati, membangun kedirian masing-masing dalam ruang bersama, tak pelak lagi tersendat, atau seringkali terkalahkan. Kamus pun sebagai buku acuan publik yang paling sederhana tak lepas dari kepungan wacana dominan, sambil berusaha memberi tempat pada beragam praktek perkawinan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, misalnya, mencantumkan 3 padanan kata untuk "kawin", yaitu "menikah, bersetubuh (dalam ragam cakapan), berkelamin (untuk hewan)", yang diikuti dengan deretan istilah kawin, mulai dari "kawin acak" sampai "kawin suntik". Dalam kamus bahasa Inggris "marriage" [perkawinan] ditegaskan sebagai: "the union of a man and woman by a ceremony in law" [persatuan seorang laki-laki dan perempuan melalui sebuah upacara menurut hukum] dan "the state of being so united" [keadaan sedemikian bersatunya]. Tugas ini kemudian dilembagakan melalui peresmian hubungan laki-laki dan perempuan oleh institusi agama dan negara untuk mendirikan keluarga. Lebih jauh lagi, demi keteraturan sistem pewarisan dan keamanan kekayaan keluarga menurut garis ayah dari generasi ke generasi, makna keluarga pun semakin dipersempit menjadi pembentukan keluarga batih dengan laki-laki sebagai pemimpinnya. Gagasan dominan tentang perkawinan dan keluarga ini kemudian melahirkan kaidah-kaidah keramat yang mencegah orang punya bayangan lain tentang bentuk perhubungan akrab antar manusia. Di satu sisi, perkawinan dianggap sebagai satu tahapan memanusia yang melambangkan kedewasaan dan kewarasan. Di lain sisi, tugas-tugas yang dibebankan ke lembaga ini seringkali demikian menjerat sehingga mengancam kewarasan dan kedewasaan individu-individu yang terlibat di dalamnya. Lebih jauh lagi, tumbuh di tengah masyarakat yang mengunggulkan laki-laki sebagai pemimpin kehidupan, kaidah-kaidah perkawinan secara khusus dipakai untuk mengendalikan gerak perempuan. Dua pokok perkara yang akan disoroti dalam tulisan ini: pertama, dengan penunjukan laki-laki sebagai pencari nafkah utama dan perempuan sebagai ibu dan pengurus rumah tangga terjadilah pembagian ruang bergerak yang membuat perempuan terperangkap di rumah untuk waktu tak terbatas; kedua, segregasi ruang secara seksual ini berpengaruh terhadap pola komunikasi antara suami-istri dan cara pandang terhadap hubungan antar manusia pada umumnya. Bertahan sambil Memperluas Ruang Gerak Begitu perempuan masuk dalam lembaga perkawinan deretan pekerjaan yang berjudul "melahirkan, mengurus anak, suami dan rumah tangga" sudah menanti. Jenis pekerjaan yang terkandung dalam kata "mengurus" bisa bervariasi, tergantung dari jumlah pembantu yang disewa oleh sebuah rumah tangga. Walaupun sebagian kerja fisik, seperti berbelanja, membersihkan rumah, atau memasak kebanyakan didelegasikan ke pembantu, tujuan akhir seluruh pekerjaan ini, yaitu menciptakan suasana rumah tangga yang tenang, tentram dan penuh cinta kasih demi kesehatan fisik dan mental suami, menuntut kesigapan dan kesiagaan istri sepanjang waktu. Semua berlangsung teratur dengan asumsi beginilah seharusnya kehidupan berkeluarga yang normal dan alamiah. Dengan tanggung jawab sebagai perawat kesejahteraan keluarga, pengalaman dan pengetahuan kebanyakan istri terbatas pada masalah kerumahtanggaan dan keluarga. Maka, muncullah stereotip bahwa perempuan gemar bergunjing, hanya peduli soal-soal "kecil", dan yang paling telak, tidak rasional. Sang suami yang sudah lelah seharian mengurus soal-soal "besar" tak tertarik pada cerita tentang tukang sayur yang menipu, suami tetangga main gila, atau anak ketahuan menyontek. Ia pilih bergunjing dengan kawanannya atau bercengkerama dengan perempuan yang lebih "berpengalamanPerkawinan, di luar makna persetubuhan itu sendiri, tidak seperti lazim dipahami orang, bukanlah sesuatu yang biologis atau alamiah, dan terbuka untuk dimaknai siapa pun. Masalahnya memang reproduksi gagasan dominan tentang perkawinan dan kaitannya dengan pembentukan keluarga begitu intensif dan menyeluruh. Ini membuat banyak pihak yang memilih untuk larut dalam alur yang sudah jelas aturan mainnya atau menolak sama sekali institusi yang ada dengan menciptakan ruang-ruang pribadi yang terjaga kenyamanannya secara sosial dan ekonomi. Persoalan berikutnya, tidak semua orang, terutama perempuan, berada dalam posisi sosial dan ekonomi yang memungkinkannya untuk membuat pilihan kedua. Dalam posisi seperti ini seringkali pilihan satu-satunya adalah terus memperjuangkan perluasan makna dan ruang gerak bersama dengan kaumnya sambil mempersiapkan tatanan alternatif yang bisa menjamin kediriannya sebagai manusia.
B.PERCERAIAN
            Angka perceraian semakin meningkat dari waktu ke waktu. Perceraian terjadi apabila kedua belah pihak baik suami maupun istri sudah sama-sama merasakan ketidakcocokan dalam menjalani rumah tangga. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak memberikan definisi mengenai perceraian secara khusus. Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan serta penjelasannya secara kelas menyatakan bahwa perceraian dapat dilakukan apabila sesuai dengan alasan-alasan yang telah ditentukan. Definisi perceraian di Pengadilan Agama itu, dilihat dari putusnya perkawinan. Putusnya perkawinan di UUP kan dijelaskan, yaitu:
1. karena kematian
2. karena perceraian
3. karena putusnya pengadilan
Dengan demikian, perceraian merupakan salah satu sebab putusnya perceraian. UUP perkawinan menyebutkan adanya 16 hal penyebab perceraian. Penyebab perceraian tersebut lebih dipertegas dalam rujukan Pengadilan Agama, yaitu Kompilasi Hukum Islam (KHI), dimana yang pertama adalah melanggar hak dan kewajiban.
           





C. PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN KEMBALI
Dalam hal ini muncul sebuah pertanyaan apakah SEBUAH PERCERAIAN DAPAT MENIKAH KEMBALI?. Kalau kita melihat dari kaca mata agama Islam,Menikah kembali dengan orang yg sama setelah  bercerai" atau pernah menceraikannya adalah hal yg dibolehkan. Sah-sah saja. Namun Pernikahan kembali itu bisa dilakukan setelah menjalani beberapa proses.
               Menurut hukum Islam, apabila si Wanita mendapat "Talak 3" (istilah hukum Islam-red) dari suami pertamanya, kemudian si wanita menikah dgn pria lain dan tak lama kemudian bercerai lagi. Maka, barulah si Mantan suamipertama si Wanita tadi boleh menikah kembali dengan mantan istrinya tersebut.Kesimpulannya Boleh menurut hukum Islam. Sedangkan menurut agama Kristen menikah kembali dengan orang yang sama itu tidak boleh, inilah yang menjadi konttroversi pernikahan yang mana dalam satu agam memperbolehkan yang namanya perceraian tetapi dalam agama yang lain ada yang mengatakan tidk boleh.ini yamg selama ini menimbulkan polemic antara setiap masyarakat.apakah penikahan terhadap orang yang sama atau pernikahan setelah perceraian apakah dapat dilaksanakan
            Dalam pasal 2 ayat 1 KUHperdata dijelaskan kalau setiap pernikahan dapat dilakukan oleh masing masing agamanya.berarti dalam hal ini ada sebahagian agama memperbolehkan pernikahan kembali tetapi ada juga yang tidak memperbolehkan,tapi karena hokum perdata Indonesia kebanyakan diambil dari Hukum Islam makannya kemungkinan besar dalam melaksanakan pernikahan kembali dapat dilaksanakan

Senin, 18 Oktober 2010

tugas dq


DAFTAR ISI
          BAB I    : Pendahuluan                                                 2
          BAB II   : Pembahasan                                                 4
                       Pengertian Filsafat                                               4
                       a.  epistemologi                                          5
                       b.  aksiologi                                                6
                       c.  ontology                                                 7
    BAB III  :  Keterangan                                                  10
    BAB IV  :  Kesimpulan                                                  10




















BAB I
Pendahuluan
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987,  Nuchelmans, 1982).
Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon  (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena  pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu seperti  sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa  filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas serta dikaitkan dengan permasalahan yang penulis akan jelajahi, maka  penulisan ini akan difokuskan pada pembahasan tentang: “kaitan filsafat ilmu(epistemology,aksiologi,ontology) dalam system pendidikan”, dengan pertimbangan bahwa latar belakang pendidikan penulis adalah ilmu pengetahuan alam



BAB II
Pengertian Filsafat
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999). Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya  adalah pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan. Dibawah ini ada beberapa filsafat ilmu yang digunakan dalam perkembangan ilmu pengetahuan yaitu:
1.      Epistemologi
2.      aksiologi
3.      ontologi
A.           Epistemologi
“Epistemologi” secara etimologis berasal dari dua suku kata, yakni: “epistem” (Yunani) yang berarti pengetahuan atau ilmu (pengetahuan) dan ‘logos’ yang berarti ‘disiplin’ atau teori. Dalam KamusWebster disebutkan bahwa epistemologi merupakan “Teori ilmu pengetahuan (science) yang melakukan investigasi mengenai asal-usul, dasar, metode, dan batas-batas ilmu pengetahuan.”
Mengapa sesuatu disebut ilmu? Apa saja lintas batas ilmu pengetahuan? Dan, bagaimana prosedur untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat ilmiah? Pertanyaan-pertanyaan itu agaknya yang dapat dijawab dari pengertian epistemologi yang sudah disebutkan. Filsafat, tulis Suriasumantri, tertarik pada cara, proses, dan prosedur ilmiah di samping membahas tentang manusia dan pertanyaan-pertanyaan di seputar ada, tentang hidup dan eksistensi manusia. Kumpulan data tidak memiliki arti apa-apa tanpa adanya proses dan prosedur yang memiliki standar ilmiah.
Epistemologi merupakan bagian dari filsafat pengetahuan yang membahas tentang cara dan alat untuk mengetahui, tulis Hollingdale. Ia mendefinisikan epistemologi secara sederhana sebagai “Teori mengenai asal usul pengetahuan dan merupakan alat untuk mengetahui”Kata-kata “to know” (untuk mengetahui) dan “means” (alat-alat) menjadi kata kunci dalam poses epistemologis. Bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu, serta metode (teknik, instrumen dan prosedur) apa yang kita gunakan untuk mencapai pengetahuan yang bersifat ilmiah? Inilah inti pembahasan yang menjadi perhatian epistemologi.
Epitemologi atau teori ilmu pengetahuan juga sering diartikan sebagai cabang filsafat yang mencurahkan perhatian terhadap dasar, lingkup, dugaan-dugaan serta ketentuan umum yang terandal untuk mengklaim sebagai ilmu pengetahuan
Hamlyn(1972) menegaskan, “… is comcerned with the nature and scopes of the knowledge, its presuppopitions and basis, and the general reliability of claims to knowledge.
Lalu, apa yang disebut ilmu atau science itu sendiri?Science secara harfiah berasal dari kata Latins cire yang berarti mengetahui. Karena itu,science dapat diartikan “situasi atau fakta mengetahui, sepadan dengan pengetahuan (knowledge), yang merupakan lawan dari intuisi atau kepercayaan.Selanjutnya, katascien ce mengalami perkembangan dan perubahan makna menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk mengetahui sifat dasar atau prinsip dari apa yang dikaji.” Dengan demikian, sains yang berarti “pengetahuan” berubah menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi indrawi.” Perkembangan berikutnya, lingkup sains hanya terbatas pada dunia fisik, sejalan dengan definisi lain tentang sains sebagai “pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia fisik.”
Dengan mensyaratkan observasi, sains harus bersifat empiris, baik berhubungan dengan benda-benda fisik, kimia, biologi, dan astronomi maupun berhubungan dengan psikologi dan sosiologi. Inilah karakter sains yang paling mendasar dalam pandangan epistemologi konvensional. Sains merupakan produk eksperimen yang bersifat empiris. Eksperimen dapat dilakukan, baik terhadap benda- benda mati (anorganik) maupun makhluk hidup sejauh hasil eksperimen dapat diobservasi secara indrawi. Eksperimen pun dapat dilakukan terhadap manusia, seperti yang dilakukan Waston dan penganut aliran behaviorisme klasik lainnya
B.           Aksiologi
Secara etimologis, Aksiologi berasal dari dari bahasa Yunani,axios, yang berarti nilai, dan logos, yang berarti teori. Terdapat banyak pendapat tentang pengertian aksiologi.
         Menurut Jujun S. Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari ilmu pengetahuan yang diperoleh.
         Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian.Pertama, moral product.yaitu
tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika.Kedua,esthetic
expression. Yaitu ekpresi keindahan. Bidang ini melahirkan disiplin khusus Estetika.                       Ketiga, sosio-political life. Yakni kehidupan sosial politik, yang melahirkan filsafat sosio-politik. Lebih dari itu ada yang berpendapat dengan menyamakan antara aksiologi dan ilmu.
Dari beberapa definisi aksiologi diatas, terlihat jelas bahwa permasalahan utama
aksiologi adalah nilai. Aristoteles berasumsi bahwa ilmu itu tumbuh dengan nilai-nilai.
Keduanya menyatu dan tak terpisahkan dari satu sama lain. Farncis Bacon pun menilai
bahwa aksiologi ilmu adalah terciptanya kemaslahatan manusia. Tujuannya yaitu
mengusahakan posisi yang lebih menguntungkan bagi manusia dalam menghadapi alam.
Ahmad Tafsir dalam bukunya berpendapat bahwa aksiologi ilmu sekurang-kurangnya memiliki tiga garapan yaitu; 1) Ilmu sebagai alat eksplanasi, 2) Ilmu sebagai alat memprediksi, 3) Ilmu sebagai alat pengontrol.
C.           Ontologi
Ontologi berasal dari istilah philosophy, dimana ontologi diartikan sebagai cabang ilmu dari metafisika yang berhubungan dengan alam dan relasi-relasi yang dimilikinya (Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary, 2002).
Marko, dkk (2002) dalam artikelnya yang berjudul ”Transforming the World Wide Web into a Complexity-Based Semantic Network” menjelaskan pengertian ontologi menurut Tom Gruber yaitu :
1.            Ontologi adalah suatu spesifikasi formal dan eksplisit dari konseptualisasi yang dapat dibagi.
Yang dimaksud dengan konseptualisasi adalah suatu model abstrak dari fenomena-fenomena yang ada pada dunia nyata. Sedangkan kata eksplisit menunjukkan bahwa tipe dari konsep-konsep yang ada berikut relasinya didefinisikan secara terbuka dan dengan tujuan tertentu. Kata formal merujuk pada fakta bahwa suatu ontologi haruslah bisa dibaca dan diakses oleh mesin (machine-readable and accessible). Konseptualisasi tersebut dapat dibagi karena ontologi menangkap pengetahuan-pengetahuan yang telah disetujui oleh suatu kelompok.
2.         Ontologi merupakan suatu deskripsi dari konsep-konsep dan hubungan-hubungan yang mungkin ada bagi sebuah agent ataupun komunitas agent.
Pengertian ontologi seperti yang telah dijelaskan oleh Tom Gruber tersebut tidaklah mutlak. Terdapat beberapa pengertian lain yang telah didefinisikan oleh pada ahli ontologi, diantaranya yaitu pengertian menurut Smith B. (2005) yang menjelaskan bahwa :
1.      Ontologi adalah ilmu tentang definisi, jenis, dan struktur dari obyek, properti-properti, kejadian-kejadian, proses-proses dan relasi-relasi yang ada dalam setiap area kenyataan.
2.      Untuk sebuah sistem informasi, ontologi dapat diartikan sebagai suatu representasi dari beberapa keberadaan awal domain kenyataan, dimana ontologi tersebut :
o        Merefleksikan properti-properti yang dimiliki oleh obyek dalam domain dengan suatu cara tertentu sehingga dihasilkan suatu korelasi sistematik antara kenyataan dengan representasi itu sendiri.
o        Dapat dimengerti oleh domain expert.
o        Cara penyusunannya memungkinkan ontologi tersebut untuk mendukung pemrosesan informasi secara otomatis.

Ontologi menjelaskan berbagai macam hal yang ada dalam suatu domain masalah, termasuk di dalamnya properti, konsep, aturan, serta bagaimana relasi-relasinya, dimana penjelasan tersebut akan mampu mendukung model referensi standar yang dibutuhkan dalam integrasi data.
Suatu ontologi akan memodelkan konsep-konsep dan hubungan-hubungan yang dimilikinya. Karena itu ontologi merupakan suatu cara yang tepat untuk mengatur formulasi query dan rekonsiliasi semantik pada lingkungan informasi terdistribusi yang luas. Ontologi bisa menangkap struktur maupun semantik dari lingkungan informasi, sehingga suatu “search-engine” yang berdasarkan ontologi akan mampu menangani baik itu query yang berdasarkan keywords sederhana maupun query kompleks terhadap data terstruktur. Interoperasi yang berdasarkan ontologi juga baik digunakan saat harus berhubungan dengan semantik yang inkonsisten. Suatu ontologi akan menyediakan pemahaman umum yang telah disepakati mengenai suatu domain, dimana pengetahuan ini dapat digunakan kembali ataupun dibagi oleh berbagai aplikasi maupun kelompok






BAB III
Keterangan
Kaitan Ontologi, Epistemologi, dan aksiologi dengan Ilmu

n      Ontologi: membahas tentang hakekat apa yg ingin kita ketahui, atau hakekat tentang kenyataan.
n      Epistemologi: menjawab bagaimana cara mendapatkan ilmu
n      Aksiologi menjawab tentang kegunaan dan manfaat ilmu




BAB IV

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa filsafat ilmu (epistemology, oksiologi, ontology) sangatlah berkaitan dengan system pendidikan

Senin, 04 Oktober 2010

HUKUM PERDATA (semester III UHN) tgl:(04 oct 2010)

              hukum perdata: hukum yang mengatur tenatng hubungan antara subjek hukum,hubungan antara subjek hukum yang stau dengan saubjek hukum yang lainnya,baik berupa hubungan perorangan dengan orang lain atau hubungan perorangan dengan subjek hukum /badan subjek hukum/badan hukum juga hubungan badan hukum dengan badan hukum dalam badan hukum,,
              Termasuk diantaranya harta hubungan subjek hukum dengan harta kekayaan dan peristiwa-peristiwa hukum lain yang menyangkut tentang diri seserang dengan harta kekayaan nya . secara hukum seorang bayi yang masih dalam kandungan ibunya sudah dikategorikan sebagai seeorang subjek hukum walau anak itu belum dilhirkan di dunia.Hal ini berkaitan dengan hak nya sebagi ahli waris,atas segala peninggalan pewaris atau orangtuanya namun dibatasi jika anak itu lahir artinya jika ad 4 orang pewris yang telah dilahirkan terlebih dahulu sedangkan sibayi belum lahir maka dalm pembagian warisan "si anak telah diperhitungkan dalam pembagian tersebut kecuali anak itu meninggal setelah dilahirkan maka baginya akan dibagi oleh 4 orang saudaranya.Jadi hak keperdataan seorang bayi yang masih ada dalam kandungan tidak pernah ditiadakan                  Pada pokoknaya hkum perdta dibagi dalam 2 bagian:
  •  yang pertama :hukum perdata dalam pengertian luas: mengatur hubungan tetang seseorang dan menyangkut tentang hak dan kewajiban dengan orang lain yang menyangkut hukum tentang pertahanan,perkawinan
  • yang kedua: hukum perdata dalam arti sempit::hubungan mengatur hhubungan seseorang atau subjek hukum yang menyangkut mengenai hak dan kewajiban dalam hal tertentu saja 
                    misalnya :hubungan yang menyangkut mengenai hkum pertahanan saja dan mengenai perkawinan


HUKUM PERDATA DI INDONESIA 
         hukum perdata di Indonesia masih bersifat aneka warna (pluralisme) hal ini disebabkan karena hukum perdata yang berlaku hingga saat ini berlainan pemberlakuaanya kepada setiap golongan antara lain:
  • Warga negara Indonesia asli berlaku hukum adat dan hukum adat itu yaitu hukum yang sejak dahulu diberlakukan dikalangan rakyat Indonesia Asli 
  • Untuk warga negara bukan asli yang berasal dari tionghoa dan eropa berlaku KUHPerdata(burgelijk wet book) dan KUHDagang (burgelijk van koophandel)
  • Untuk golongan warga negara bukan asli yang berassal dari tionghoa dan eropa barat (ARAB,INDIA,DLL) berlaku sebahagian ajaran KHUPerdata (burgelijk wet book) yang pada pokoknya mengenai hukum waris dan selanjutnya berlaku hukum dari negeri asalnya       
GOLONGAN:
  • Indonesia ASLI :hukum adat 
  • Tionghoa dan Eropa :KUHperdata 
  • BUkan asli
  • BUkan tionghoa dan eropa :KUHPerdata sebahagian mengapa jika Indonesia menganut hukum adat cek dan giro masih diberlakukan 
  • Krena Indonesia ada hukum secara diam-diam dan sukarela