Senin, 18 Oktober 2010

tugas dq


DAFTAR ISI
          BAB I    : Pendahuluan                                                 2
          BAB II   : Pembahasan                                                 4
                       Pengertian Filsafat                                               4
                       a.  epistemologi                                          5
                       b.  aksiologi                                                6
                       c.  ontology                                                 7
    BAB III  :  Keterangan                                                  10
    BAB IV  :  Kesimpulan                                                  10




















BAB I
Pendahuluan
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987,  Nuchelmans, 1982).
Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon  (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena  pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu seperti  sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa  filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas serta dikaitkan dengan permasalahan yang penulis akan jelajahi, maka  penulisan ini akan difokuskan pada pembahasan tentang: “kaitan filsafat ilmu(epistemology,aksiologi,ontology) dalam system pendidikan”, dengan pertimbangan bahwa latar belakang pendidikan penulis adalah ilmu pengetahuan alam



BAB II
Pengertian Filsafat
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999). Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya  adalah pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan. Dibawah ini ada beberapa filsafat ilmu yang digunakan dalam perkembangan ilmu pengetahuan yaitu:
1.      Epistemologi
2.      aksiologi
3.      ontologi
A.           Epistemologi
“Epistemologi” secara etimologis berasal dari dua suku kata, yakni: “epistem” (Yunani) yang berarti pengetahuan atau ilmu (pengetahuan) dan ‘logos’ yang berarti ‘disiplin’ atau teori. Dalam KamusWebster disebutkan bahwa epistemologi merupakan “Teori ilmu pengetahuan (science) yang melakukan investigasi mengenai asal-usul, dasar, metode, dan batas-batas ilmu pengetahuan.”
Mengapa sesuatu disebut ilmu? Apa saja lintas batas ilmu pengetahuan? Dan, bagaimana prosedur untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat ilmiah? Pertanyaan-pertanyaan itu agaknya yang dapat dijawab dari pengertian epistemologi yang sudah disebutkan. Filsafat, tulis Suriasumantri, tertarik pada cara, proses, dan prosedur ilmiah di samping membahas tentang manusia dan pertanyaan-pertanyaan di seputar ada, tentang hidup dan eksistensi manusia. Kumpulan data tidak memiliki arti apa-apa tanpa adanya proses dan prosedur yang memiliki standar ilmiah.
Epistemologi merupakan bagian dari filsafat pengetahuan yang membahas tentang cara dan alat untuk mengetahui, tulis Hollingdale. Ia mendefinisikan epistemologi secara sederhana sebagai “Teori mengenai asal usul pengetahuan dan merupakan alat untuk mengetahui”Kata-kata “to know” (untuk mengetahui) dan “means” (alat-alat) menjadi kata kunci dalam poses epistemologis. Bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu, serta metode (teknik, instrumen dan prosedur) apa yang kita gunakan untuk mencapai pengetahuan yang bersifat ilmiah? Inilah inti pembahasan yang menjadi perhatian epistemologi.
Epitemologi atau teori ilmu pengetahuan juga sering diartikan sebagai cabang filsafat yang mencurahkan perhatian terhadap dasar, lingkup, dugaan-dugaan serta ketentuan umum yang terandal untuk mengklaim sebagai ilmu pengetahuan
Hamlyn(1972) menegaskan, “… is comcerned with the nature and scopes of the knowledge, its presuppopitions and basis, and the general reliability of claims to knowledge.
Lalu, apa yang disebut ilmu atau science itu sendiri?Science secara harfiah berasal dari kata Latins cire yang berarti mengetahui. Karena itu,science dapat diartikan “situasi atau fakta mengetahui, sepadan dengan pengetahuan (knowledge), yang merupakan lawan dari intuisi atau kepercayaan.Selanjutnya, katascien ce mengalami perkembangan dan perubahan makna menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk mengetahui sifat dasar atau prinsip dari apa yang dikaji.” Dengan demikian, sains yang berarti “pengetahuan” berubah menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi indrawi.” Perkembangan berikutnya, lingkup sains hanya terbatas pada dunia fisik, sejalan dengan definisi lain tentang sains sebagai “pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia fisik.”
Dengan mensyaratkan observasi, sains harus bersifat empiris, baik berhubungan dengan benda-benda fisik, kimia, biologi, dan astronomi maupun berhubungan dengan psikologi dan sosiologi. Inilah karakter sains yang paling mendasar dalam pandangan epistemologi konvensional. Sains merupakan produk eksperimen yang bersifat empiris. Eksperimen dapat dilakukan, baik terhadap benda- benda mati (anorganik) maupun makhluk hidup sejauh hasil eksperimen dapat diobservasi secara indrawi. Eksperimen pun dapat dilakukan terhadap manusia, seperti yang dilakukan Waston dan penganut aliran behaviorisme klasik lainnya
B.           Aksiologi
Secara etimologis, Aksiologi berasal dari dari bahasa Yunani,axios, yang berarti nilai, dan logos, yang berarti teori. Terdapat banyak pendapat tentang pengertian aksiologi.
         Menurut Jujun S. Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari ilmu pengetahuan yang diperoleh.
         Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian.Pertama, moral product.yaitu
tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika.Kedua,esthetic
expression. Yaitu ekpresi keindahan. Bidang ini melahirkan disiplin khusus Estetika.                       Ketiga, sosio-political life. Yakni kehidupan sosial politik, yang melahirkan filsafat sosio-politik. Lebih dari itu ada yang berpendapat dengan menyamakan antara aksiologi dan ilmu.
Dari beberapa definisi aksiologi diatas, terlihat jelas bahwa permasalahan utama
aksiologi adalah nilai. Aristoteles berasumsi bahwa ilmu itu tumbuh dengan nilai-nilai.
Keduanya menyatu dan tak terpisahkan dari satu sama lain. Farncis Bacon pun menilai
bahwa aksiologi ilmu adalah terciptanya kemaslahatan manusia. Tujuannya yaitu
mengusahakan posisi yang lebih menguntungkan bagi manusia dalam menghadapi alam.
Ahmad Tafsir dalam bukunya berpendapat bahwa aksiologi ilmu sekurang-kurangnya memiliki tiga garapan yaitu; 1) Ilmu sebagai alat eksplanasi, 2) Ilmu sebagai alat memprediksi, 3) Ilmu sebagai alat pengontrol.
C.           Ontologi
Ontologi berasal dari istilah philosophy, dimana ontologi diartikan sebagai cabang ilmu dari metafisika yang berhubungan dengan alam dan relasi-relasi yang dimilikinya (Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary, 2002).
Marko, dkk (2002) dalam artikelnya yang berjudul ”Transforming the World Wide Web into a Complexity-Based Semantic Network” menjelaskan pengertian ontologi menurut Tom Gruber yaitu :
1.            Ontologi adalah suatu spesifikasi formal dan eksplisit dari konseptualisasi yang dapat dibagi.
Yang dimaksud dengan konseptualisasi adalah suatu model abstrak dari fenomena-fenomena yang ada pada dunia nyata. Sedangkan kata eksplisit menunjukkan bahwa tipe dari konsep-konsep yang ada berikut relasinya didefinisikan secara terbuka dan dengan tujuan tertentu. Kata formal merujuk pada fakta bahwa suatu ontologi haruslah bisa dibaca dan diakses oleh mesin (machine-readable and accessible). Konseptualisasi tersebut dapat dibagi karena ontologi menangkap pengetahuan-pengetahuan yang telah disetujui oleh suatu kelompok.
2.         Ontologi merupakan suatu deskripsi dari konsep-konsep dan hubungan-hubungan yang mungkin ada bagi sebuah agent ataupun komunitas agent.
Pengertian ontologi seperti yang telah dijelaskan oleh Tom Gruber tersebut tidaklah mutlak. Terdapat beberapa pengertian lain yang telah didefinisikan oleh pada ahli ontologi, diantaranya yaitu pengertian menurut Smith B. (2005) yang menjelaskan bahwa :
1.      Ontologi adalah ilmu tentang definisi, jenis, dan struktur dari obyek, properti-properti, kejadian-kejadian, proses-proses dan relasi-relasi yang ada dalam setiap area kenyataan.
2.      Untuk sebuah sistem informasi, ontologi dapat diartikan sebagai suatu representasi dari beberapa keberadaan awal domain kenyataan, dimana ontologi tersebut :
o        Merefleksikan properti-properti yang dimiliki oleh obyek dalam domain dengan suatu cara tertentu sehingga dihasilkan suatu korelasi sistematik antara kenyataan dengan representasi itu sendiri.
o        Dapat dimengerti oleh domain expert.
o        Cara penyusunannya memungkinkan ontologi tersebut untuk mendukung pemrosesan informasi secara otomatis.

Ontologi menjelaskan berbagai macam hal yang ada dalam suatu domain masalah, termasuk di dalamnya properti, konsep, aturan, serta bagaimana relasi-relasinya, dimana penjelasan tersebut akan mampu mendukung model referensi standar yang dibutuhkan dalam integrasi data.
Suatu ontologi akan memodelkan konsep-konsep dan hubungan-hubungan yang dimilikinya. Karena itu ontologi merupakan suatu cara yang tepat untuk mengatur formulasi query dan rekonsiliasi semantik pada lingkungan informasi terdistribusi yang luas. Ontologi bisa menangkap struktur maupun semantik dari lingkungan informasi, sehingga suatu “search-engine” yang berdasarkan ontologi akan mampu menangani baik itu query yang berdasarkan keywords sederhana maupun query kompleks terhadap data terstruktur. Interoperasi yang berdasarkan ontologi juga baik digunakan saat harus berhubungan dengan semantik yang inkonsisten. Suatu ontologi akan menyediakan pemahaman umum yang telah disepakati mengenai suatu domain, dimana pengetahuan ini dapat digunakan kembali ataupun dibagi oleh berbagai aplikasi maupun kelompok






BAB III
Keterangan
Kaitan Ontologi, Epistemologi, dan aksiologi dengan Ilmu

n      Ontologi: membahas tentang hakekat apa yg ingin kita ketahui, atau hakekat tentang kenyataan.
n      Epistemologi: menjawab bagaimana cara mendapatkan ilmu
n      Aksiologi menjawab tentang kegunaan dan manfaat ilmu




BAB IV

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa filsafat ilmu (epistemology, oksiologi, ontology) sangatlah berkaitan dengan system pendidikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar